TIDAK ADA DISKRIMINASI PEMBERIAN DANA HIBAH ANTARA PTN DAN PTS

10-02-2009 / KOMISI X
Komisi X DPR tepis tanggapan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) masih dibedakan dalam hal pemberian dana blok grand. Disahkannya UU Badan Hukum Pendidikan (BHP) diharapkan bisa menjadi solusi terhadap adanya kesan diskriminasi antara Perguruan tinggi swasta dan negeri seperti yang dirasakan saat ini. Hal itu mengemuka pada saat rapat dengar pendapat umum Komisi X DPR dengan beberapa perguruan tinggi swasta Jakarta yang dipimpin Wakil Ketua Komisi X Heri Akhmadi (F-PDIP) didampingi Irwan Prayitno (F-PKS), di ruang rapat Komisi X DPR, Selasa (10/2). “Dalam konstitusi UUD 45, tidak ada pembedaan antara perguruan tinggi negeri dengan swasta. Semua sama,” tegas Irwan Prayitno (F-PKS). Yang mengesankan adanya diskriminasi, menurut Irwan adalah implementasinya. Memang dalam hal pemberian dana, masih lebih besar di beberapa perguruan tinggi negeri saja, tetapi beberapa perguruan tinggi swasta ternama juga diberikan perhatian dalam bentuk bantuan anggaran untuk peningkatan sumber daya. Kedepan, dia berharap setelah disahkannya UU BHP bisa menjadi solusi dari kesan diskriminasi PTS dan PTN. Karena pemerintah tengah berupaya menyusun bantuan pendidikan dalam bentuk hibah agar lebih fleksibel. “Akan lebih banyak bantuan untuk peningkatan perguruan tinggi swasta. Kejuruan perguruan tinggi swasta perlu ditingkatkan untuk menuju world class,” ujarnya. Politisi dari Fraksi Keadilan Aan Rohana menyetujui jika nantinya pemberian hibah tidak dalam bentuk hibah bersaing, karena nanti hanya perguruan tinggi negeri besar saja yang mendapatkan hibah. “Perlu ada pembagian hibah dan bantuan yang sifatnya umum sesuai spesifikasi masing-masing universitas,” ujarnya. Terkait, kendala yang dirasakan perguruan tinggi swasta dalam menjaring mahasiswa baru, Aan berharap nantinya ada suatu kuota pembatasan penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi negeri. Sedangkan Sudigdo Adi (F-PDIP) menilai, kesenjangan antara PTN dan PTS ada lebih dikarenakan kemampuan negara saat ini masih terbatas. Sehingga yang diutamakan lebih dahulu adalah perguruan tinggi negeri. Namun kedepan bukan berarti perguruan tinggi swasta diabaikan tetapi lebih ditingkatkan lagi anggarannya. Rektor Universitas Sahid Jakarta, Sutiasti menilai peran blok grand dalam dunia pendidikan masih relative kecil dan cenderung terkesan ada diskriminasi antara perguruan tinggi negeri dan swasta. Sehingga perlu ada pemberian blok grand yang bersifat umum atau khusus, dan kompetitif atau non kompetitif untuk meminimalkan kesan persaingan antara negeri dan swasta. Kemudian, Sutiasti mengusulkan peningkatan sarana dan prasarana yang standar seperti perpustakaan, laboratorium, sedangkan untuk yang khusus seperti perlindungan penciptaan produk, karya ilmiah, dll. “kami berharap, dalam penyaluran dana ada peningkatan pengawasan dan internal audit dalam pelaksanaannya,” tandasnya. (da)
BERITA TERKAIT
Komisi X Dorong Literasi Digital Masuk Kurikulum sebagai Pendidikan Karakter Anak
11-08-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wacana pelarangan gim Roblox bagi anak-anak oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti kembali membuka...
Dinilai Berbahaya bagi Anak-Anak, Komisi X Dukung Larangan Gim Roblox
11-08-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, menyatakan dukungannya terhadap wacana pelarangan permainan digital, seperti...
Penyelesaian Polemik Pemutaran Lagu di Ruang Publik Jangan Hanya Melalui Pendekatan Hukum
10-08-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi X DPR RI, Ratih Megasari Singkarru, menyoroti polemik pemutaran lagu di ruang publik. Menurutnya, asas...
Perlindungan Anak di Dunia Digital Harus Sejalan dengan Literasi dan Kreativitas
08-08-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta - Menanggapi wacana pemerintah memblokir gim daring Roblox karena dinilai dapat memberikan dampak negatif pada anak, Ketua Komisi...